Remaja Anti Kekerasan, Sulitkah?


Sosok Sultan Muhammad Al-Fatih dalam usia sekitar 24 tahun mampu menaklukkan kota penting yang sangat berpengaruh besar kala itu, Kontaninopel
Oleh: Khalifa Al-Akhrasy




PERNYATAAN Menkumhan bahwa ada 3.323 anak yang berumur kurang dari 16 tahun menjadi warga binaan di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) di Indonesia akibat berbagai tindak pidana seolah menjadi ironi pelik di negeri ini.
Bagaimana tidak? Remaja yang seharusnya adalah tonggak perjuangan, tonggak perubahan yang akan membawa bangsa ini lebih bermartabat  justru ‘tenggelam’ dalam lingkar berbagai tindak pidana.
Lihat saja, di Situbondo ada kasus remaja membobol ATM, geng motor di Makasar dan tawuran di Pandeglang. Tak tanggung-tanggung, mereka membawa gir rantai, berbagai senjata tajam dan bom molotov, seperti mau perang.
Belum lagi jika menyangkut pembunuhan. Baik itu karena faktor dendam pribadi antar teman, masalah keluarga, bahkan karena urusan cinta. Mengapa ini bisa terjadi?
Salah Siapa?
Jika ditanya, salah siapa semua ini? Tentu kita semua patut untuk berkaca. Namun dari kesemua pihak yang juga ikut menumbuh suburkan budaya kekerasan dan tindak pidana dalam dunia remaja ini kita tidak akan bisa memungkiri bahwa akar masalah dari semua ini tidak lepas dari ideologi dan sistem yang salah yang menginspirasi negeri ini.
Bagaimanapun, kapitalisme-sekularisme-liberalisme telah membawa bangsa ini semakin jauh dari kebenaran. Termasuk cara pandang harus ‘membuang’ agama dalam segala urusan kehidupan, termasuk berpolitik dan bernegara.
Tentu saja, ini sangat bertolak belakang dengan fitrah alami manusia yang merupakan makhluk serba terbatas. Jika memang punya kesanggupan melakukan semuanya, tentu Tuhan sebagai pencipta kita sudah jauh-jauh hari sejak awal manusia di ciptakan sudah memberikan kita kebebasan mutlak. Namun hal itu tidaklah kita temui. Terbukti dengan berulang kali, Ia mengingatkan kita agar terus berpegang pada tali petunjukNya.


“Kitab ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa” (QS: Al-Baqarah :2).
Juga firman Allah lainnya:

Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. (QS: An-Nisa’ : 59).


Apakah ayat-ayat di atas masih belum begitu jelas membuat kita tidak merasa sombong menentukan hidup kita sekendak kita sendiri?

Remaja tanpa Kekerasan
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, remaja di definisikan sebagai seseorang yang telah mulai dewasa; sudah sampai umur untuk kawin; muda; pemuda.
Sesuai dengan karakternya, ia adalah adalah sosok yang semangatnya masih berapi-api. Inovatif. Kreatif. Dinamis. Kritis. Kita juga tidak memungkiri bahwa masa remaja adalah sebuah ajang pencarian eksistensi diri.
Oleh karena itu, pada usia ini tidak jarang banyak hal baru yang akhirnya diputuskan untuk di pilih dan diputuskan. Termasuk dalam hal melakukan tindak pidana sebagai sebuah sarana penunjukan eksistensi diri.
Ruang kebebasan dan tidak adanya kotrol dari negara membuat mereka dengan mudahnya melakukan apa saja semau mereka. Termasuk dalam hal ini melakukan berbagai tindak pidana.
Dalam Islam sendiri istilah remaja adalah orang yang sudah mencapai baligh. Dimana dia telah dikenai hukum atas perbuatannya. Jadi tidak ada istilah semau gua, atau suka-suka gue. Karena setiap pilihan tentulah mengandung resiko.
Gambaran remaja seperti itulah yang juga kita tangkap dari torehan tinta emas remaja-remaja luar biasa sejak masa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wassallam saat masih hidup.
Kita tentu tidak akan lupa Ali bin Abi Thalib, dengan usia yang saat belia saat itu, 7 tahun untuk ‘pasang badan’ menggantikan Rasulullah berbaring demi mengelabui kaum Quraisy yang ingin membunuh beliau.
Juga sosok pemimpin agung, Sultan Muhammad Al-Fatih yang dalam usia sekitar 24 tahun mampu menaklukkan kota penting yang sangat berpengaruh besar kala itu, Kontaninopel. Begitu juga jika kita mengingat sosok Imam As-Syafii yang dalam usia 12 tahun sudah mendapat amanah yang mungkin jaman sekarang baru bisa kita capai dalam usia yang sudah separuh baya. Yaitu memberikan fatwa hukum.
Mengapa mereka bisa sedemikian luar biasa, berbanding terbalik dengan remaja kita sekarang. Hal itu tidak lain dan tidak bukan adalah karena sistem pada saat itu sangat mewadahi mereka untuk menjadi luar biasa.  Negara pun membentengi mereka dari arus negatif dan memang membekali mereka dengan faqih ad-dien (paham benar-benar dengan agamanya) dan mampu memfilter serta membentengi  diri mereka sendiri dari segala upaya ke arah kemaksiatan.
Maka jika kita menginginkan sebuah upaya penumpahan berbagai tindak pidana ini, tidak ada kompromi lain. Tiak ada solusi tambal sulam yang justru menumbuhkan masalah baru. Solusinya hanya satu, kembali pada Islam. Hanya Islamlah yang memberikan solusi berbagai hal dalam kehidupan ini, termasuk urusan bernegara. WallahuA’lamBis-Shawaab.*

Penulis adalah anggota “Belajar Nulis”



Rep: Administrator
Editor: Cholis Akbar

 Hidayatullah.com

Related Posts:

2 Responses to "Remaja Anti Kekerasan, Sulitkah?"

  1. sulit gan, soalnya kalau remaja sekarang sulit untuk menyelesaikan masalah dengan kepala dingin

    BalasHapus
  2. Enggak sulit sebenarnya bro. kalau kita mulai dari diri kita sendiri untuk tidak menggunakan lagi kekerasan dalam setiap tindakan, saya rasa tidak sulit.

    BalasHapus